Kali ini, kakadikaa akan memberikan Berita Politik Sore hari itu, Hary dan beberapa loyalisnya, memang sengaja menggelar
konferensi pers di Museum Adam Malik, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat.
Hari itu, Hary mengumumkan pengunduran dirinya dari partai yang
didirikan Surya Paloh.
Sejak bergabung tanggal 9 Oktober 2011,
iklan Partai Nasdem dan sosok Hary, hampir setiap hari mewarnai,
setidaknya di tiga stasiun televisi MNC Group, yakni RCTI, MNC TV, dan Global TV. Sejak saat itu pula, Hary all out
mengerahkan energi, waktu, dan tentu saja uang. Konon, Hary sudah
mengeluarkan ratusan miliar untuk membesarkan Partai Nasdem. "Saya
enggan menjawab soal dana tersebut," katanya.
Hary mengaku sedih
berpisah dengan Partai Nasdem. Tapi apa boleh buat. Perbedaan prinsipnya
dengan Surya Paloh, membuat dia harus mengambil keputusan cerai. Hary
ingin mempertahankan struktur kepengurusan yang ada. Sebaliknya, Surya
Paloh menginginkan perubahan dan ingin menjadi ketua umum.
Masa
bulan madu yang baru seumur jagung itu pun berakhir. Tapi, banyak
kalangan menduga, perbedaan prinsip politik bukan semata-mata
menimbulkan perceraian tersebut. Kabarnya, gagalnya Hary membeli saham Metro TV, milik Surya Paloh, sebagai faktor yang ikut menentukan.
Namun,
soal ini dibantah juru bicara Hary Tanoesoedibjo dan MNC Group, Arya M
Sinulingga. “Ah…, tidak betul itu. Pak Hary tidak pernah menawarkan atau
ditawarkan,” kata Arya kepada InilahREVIEW lewat sambungan telepon, Jumat pekan lalu.
Sebaliknya, Surya Paloh malah membocorkan keinginan Hary yang akan membeli ANTV dan tvOne milik Aburizal Bakrie. “He-he-he…, itu benar. Dia (Hary) sedang ikut dalam pelelangan tvOne dan ANTV,” kata Surya di Kantor Nasdem, Jalan Gondangdia Lama, Jakarta, Senin pekan lalu, seperti dikutip dari merdeka.com.
Kian Melejit
Apapun
itu, yang jelas, sosok Hary belakangan ini telah menjadi bintang.
Namanya kian melejit. Dia bukan lagi sekadar pengusaha besar, tapi bak
politikus kenamaan. Dia menjadi rebutan sejumlah partai politik. Ada
Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Hanura, yang siap menampung. Hingga
akhir pekan lalu, Hary belum bersedia menerima pinangan tersebut.
Harap
maklum jika Hary menjadi rebutan partai politik. Soalnya, dia adalah
pemilik dan pengendali berbagai media di bawah payung MNC Group. Ada
puluhan media dalam jaringan kelompok usaha ini, mulai dari televisi,
televisi berbayar, radio, koran, majalah, situs online, sampai rumah produksi. Maka, tak begitu mengherankan, kalau banyak orang sering menjulukinya sebagai ‘Raja Bisnis Multimedia’.
Tak
hanya punya jaringan bisnis media. Bisnis Hary juga menyebar ke
mana-mana. Di bawah kendali PT Bhakti Investama yang didirikannya pada
November 1989, dia juga menggarap bisnis jasa keuangan, tambang, dan portfolio investment.
Di
bidang jasa keuangan, PT Bhakti Capital Indonesia Tbk yang kini menjadi
PT MNC Kapital Indonesia Tbk mengasuh MNC finance, bank, ansuransi,
sekuritas, dan lain-lain. Adapun di bidang pertambangan, Hary mengelola
area tambang batu bara di Kalimantan dan Sumatra plus lapangan migas di
Papua. Sedangkan portfolio investment mengasuh MNC Sky Vision, PT Global Transport service, dan lain-lain.
Jalan Tol dan Resor
November
tahun lalu, kegiatan bisnis Hary genap berusia 13 tahun. Ulang tahun
kelompok bisnis ini ditandai dengan mencaplok semua jalan tol yang
dibangun dan dikelola oleh PT Bakrieland Development Tbk (ELTY) milik
Bakrie Group senilai Rp 3 triliun.
Hanya saja, hingga tenggat
waktu akhir transaksi Desember lalu, MNC Group belum menuntaskan
pembayaran lantaran terganjal beberapa hal. Salah satunya, soal
pengambilalihan fasilitas kredit sindikasi perbankan dan jaminan
perusahaan (corporate guarantee).
Asal tahu saja, ELTY
menjual dua jenis aset miliknya. Pertama, adalah anak usaha mereka, PT
Bakrie Toll Road (BTR) yang memiliki lima konsesi jalan tol, yakni
Ciawi-Sukabumi, Kanci-Pejagan, Pejagan-Pemalang, Batang-Semarang dan
Pasuruan-Probolinggo. ELTY mematok harga lima konsesi jalan tol itu
sebesar Rp 2 triliun.
Kedua, ELTY juga menjual kepemilikan aset di
Lido Resort senilai Rp 1 triliun. ELTY menjual kedua aset tersebut
dalam satu paket kepada MNC Group pada akhir tahun 2012.
Di Lido
Resort yang terletak di Sukabumi, Jawa Barat ini, Hary berencana
membangun taman hiburan sekelas Disneyland. “Ini akan menjadi kebanggaan
Indonesia,” katanya beberapa waktu lalu.
Proyek yang akan
dibangun di atas lahan seluar 1.000 hektar akan dimulai tahun ini. Hary
memastikan, taman hiburan ini akan mengalahkan Universal Studio dan
Disneyland yang ada di luar negeri. “Bukan seperti sekarang.
Orang-orang, keluarga pergi liburan ke Disneyland, Universal. Kita
jadikan destination,” tambah Hary.
Hary tak puas hanya sampai di
sini. PT MNC Land Tbk (KPIG), perusahaan properti miliknya, pekan lalu
mengumumkan akan membangun kawasan pariwisata terpadu Mandalika Resort
di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Untuk membangun kawasan pariwisata ini,
MNC menggandeng PT Gobel International, perusahaan yang dikendalikan
Rachmat Gobel.
Pada tahap awal, MNC akan membangun hotel dan
resor, lapangan golf, permukiman golf, serta permukiman di kawasan
pantai. Proyek itu dibangun di atas lahan seluas 164 hektar. Untuk
membuat Mandalika Resort sebagai resor ramah lingkungan kelas atas, MNC
menggandeng Grup Club Mediterrannee (Club Med). Reputasi Club Med
sebagai salah satu satu operator hotel dan resor andal telah diakui
dunia internasional.
Beli Bank
Yang
tak kalah spektakuler adalah rencana Hary yang akan melakukan ekspansi
di bisnis keuangan. Lewat PT Bhakti Capital Indonesia Tbk (BCAB) yang
kini menjadi PT MNC Kapital Indonesia Tbk, dia akan membeli dua bank
devisa. Kabarnya, bank yang dilirik itu adalah Bank Windu Kencana dan
Bank Bumi Putera.
Menurut Hary, dengan memiliki bank, MNC Kapital
bisa lebih leluasa melakukan sinergi bisnis keuangannya. “Ini bukan
ambisi Hary Tanoe, tapi strategi bisnis,” katanya beberapa waktu lalu.
Saat ini MNC Kapital telah memiliki usaha sekuritas, asuransi, serta
manajer investasi.
Bagi pengusaha seperti Hary, bisnis perbankan
memang cukup menjajikan. Dengan jumlah penduduk sekitar 240 juta jiwa,
negeri ini merupakan pasar jasa keuangan yang sangat besar. Selain itu,
bisnis perbankan juga sangat menguntungkan. Bayangkan, saat ini net interest magin
(margin bunga bersih) perbankan di Indonesia berkisar antara 4%-5%.
Sebuah angka yang sulit diperoleh industri perbankan mana pun.
Tersandung Masalah
Namun,
berbagai langkah bisnis Hary bukan tanpa masalah. Berkali-kali, dia
sempat berurusan dengan aparat hukum terkait bisnisnya. Tahun 2004,
misalnya, Hary terjerat kasus penerbitan Negoitable Certificate Deposit
(NCD) fiktif senilai US$ 28 juta.
Transaksi jual beli surat
berharga itu dilakukan antara PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP)
milik Siti Hardijanti Rukmana (Tutut) dengan Drosophila Enterprise milik
Hary Tanoe. Dalam perjalannya, CMNP diambil alih Hary. Transaksi NCD
itu diperantarai PT Bhakti dengan menggunakan peran Unibank. Tahun 2009,
Abdul Malik Jan melaporkan Hary ke Bareskrim Polri. Namun, kasus ini
sudah tak terdengar lagi.
Masalah bisnis dengan Tutut lainnya juga
berujung pengadilan. Sebagai pemilik TPI, putri pertama Pak Harto itu
kesulitan dana dan mengeluarkan obligasi konversi Rp 150 miliar. Hingga
jatuh tempo pada 2002, TPI tidak sanggup mencicil utang dan ditolong
oleh PT Berkah Karya Bersama milik Hary. Kedua belah pihak kemudian
saling menggugat di pengadilan, berebutan kepemilikan TPI. Namun hingga
kini TPI berada dipelukan Hary dan berubah menjadi MNC TV.
Kasus
lainnya adalah Sistem Administrasi Badan Hukum (Sisminbakum), proyek
Kementerian Kehakiman dan HAM tahun 2001. Dalam membangun Sisminbakum,
negara tak punya dana. Kementerian lantas menggandeng PT Sarana Rekatama
Dinamika (SRD), di mana pemegang sahamnya adalah Hartono Tanoesudibjo
yang juga komisaris PT CMNP. Kejaksaan Agung menyatakan, uang akses fee Sisminbakum yang dipungut SRD harus masuk ke kantong negara, walaupun statusnya sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Hary
pernah diperiksa sebagai saksi oleh Kejaksaan Agung untuk kasus ini
pada Oktober 2010. Namun pada 31 Mei 20012, Kejaksaan Agung mengeluarkan
Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3) kasus ini. Pertimbangan
Kejaksaan Agung mirip dengan isi pertimbangan Mahkamah Agung yang
memutuskan bahwa tidak ada unsur kerugian negara dalam proyek
Sisminbakum.
Kini, Hary sudah mundur dari Partai Nasdem. Namun,
itu bukan pertanda bahwa ia mundur dari gelanggang politik. Kabarnya,
Hary sebentar lagi akan mendirikan ormas.
Demikian "Hary Tanoe, Melejit Setelah Bercerai". Terima kasih sudah mampir di kakadikaa, jangan lupa untuk menekan tombol LIKE nya.
Sumber: INILAH.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar